Padangsidimpuan – Sumut//mataelang.nusantara.com
Sebuah Dilema yang Bukan menjadi rahasia lagi setiap tahunnya ribuan siswa kelas III terpaksa mengubur impiannya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Padahal pendidikan merupakan salah satu hak dasar masyarakat apalagi sangat erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. “Biasanya satu orang saja anak dari keluarga miskin bisa mencapai sarjana. Akan menaikkan martabat dan motivasi bagi saudara-saudaranya. Malah, biasanya anak yang mencapai sarjana ini akan mendongkrak saudaranya yang lain” Ungkap Subanta Rampang Ayu, ST. Analisa data dan kajian, menuturkan kepada wartawan, Selasa(30/8/2022) yang kami lakukan terlihat bahwa angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK) melanjutkan siswa dari SMA, SMK dan MA ke perguruan tinggi sangat rendah.
Sesuai data survei sosial ekonomi nasional yang dirangkum dalam propinsi sumatera utara dalam angka 2022 terkait persentase penduduk yang masih sekolah menurut kelompok umur, terlihat bahwa APM dan APK kab/kota kelompok umur 19 – 24 tahun (kuliah) khususnya di wilayah Tabagsel begitu sangat memprihatinkan. Kota Padangsidimpuan misalnya hanya sekitar 33,29 %, Tapanuli Selatan 21,32%, Mandailing Natal 18,08%, Padanglawas Utara 22,30% dan Padang Lawas 32,11%. Kalau dibuat kajian lebih lanjut dominan penduduk yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi adalah penduduk miskin. Pemerintah daerah terlihat kurang pro rakyat menyikapi kondisi ini dan terkesan pembiaran padahal sesuai UU Pemda, pendidikan merupakan urusan wajib tanpa membedakan status ekonomi masyarakat
dan untuk memajukan suatu daerah jelas dari pendidikan. Kemudian pihak legislatif kurang filtrasi dalam menggunakan fungsi budgettingnya “Kunci kemajuan adalah SDM unggul yang tercipta dari pendidikan khususnya pendidikan tinggi dan SDM unggul itu banyak dari keluarga tidak mampu” ujar Subanta Rampang Ayu.
“dan Kedepan kita berharap kab/kota harus memprioritaskan ini dalam struktur APBD nya dan berani berbuat langkah maju untuk menggelontorkan anggaran beasiswa mahasiswa miskin dengan jumlah besar namun layak dan patut sesuai pemetaan atau masterplannya. “Sesuai data yang kita miliki rata2 kab/kota hanya menganggarkan 250 juta sampai 500 juta pertahun untuk beasiswa mahasiswa miskin. Jelas tidak manusiawi dan terkesan hanya untuk memenuhi amanat permendagri terkait kewajiban, anggaran bansos”beber Subanta Rampang Ayu. (MARLIS SIKUMBANG)