Ombudsman RI Angkat Bicara Soal Penolakan Pasien Darurat Oleh RS Di Kota Malang

Caption : Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur (Jatim)

 

MALANG JATIM | mataelangnusantara.com – Mendapat kabar adanya orang sakit dalam kondisi kritis yang ditolak salah satu Rumah Sakit (RS) swasta di Kota Malang dengan alasan tempat tidur atau bed pasien penuh. Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jatim bereaksi dan angkat bicara, apalagi orang sakit tersebut sampai meninggal dunia sebelum mendapatkan penanganan medis.

 

Melalui Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jatim, Agus Muttaqin, S.H. menyampaikan jika kabar tersebut benar, RS yang menolak bisa terkena sanksi pidana. ” Baik RS swasta maupun milik pemerintah tidak boleh menolak pasien, apalagi pasien dalam Kondisi kritis atau darurat “.

 

Agus Muttaqin juga mengatakan seharusnya pihak RS memberikan tindakan medis awal terlebih dahulu di ruangan IGD. Setidaknya guna memastikan dan menstabilkan kondisi pasien, kemudian baru mengambil langkah merujuknya ke RS lainnya jika memang di IGD RS tersebut telah penuh.

 

Mengacu pada pasal 32 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang didalamnya menegaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah atau milik swasta wajib berikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan atau untuk mencegah terjadinya kecacatan terlebih dahulu.

 

” Dalam hal ini, RS yang menolak pasien tersebut bisa diindikasikan melakukan praktik maladministrasi. Dan pihak keluarga pasien dapat melaporkan prihal tersebut kepada kantor BPJS kesehatan, pengawas fungsional RS serta ke Dinas kesehatan. Jika dalam kurun waktu 14 hari pihak RS tidak melakukan klarifikasi ataupun tindakan, keluarga pasien bisa langsung melaporkan kepada Ombudsman RI”. Ungkapnya.

 

 

Agus juga menegaskan Pimpinan RS tersebut bisa terancam pidana penjara 10 tahun seperti yang tercantum dalam Pasal 174 Ayat (1) UU No17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (terbaru), yang aman faskes milik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta harus memberikan pelayanan kesehatan bagi seseorang yang mengalami situasi gawat darurat guna menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya kedisabilitasan.

 

Begitu juga terdapat di Pasal 174 Ayat (2) disampaikan bahwa faskes tak boleh menolak pasien dalam kondisi gawat darurat, meminta uang muka dan mendahulukan urusan administratif lebih dulu, sehingga menunda pelayanan kesehatan. Sementara itu, Pasal 275 Ayat (1) berisi kewajiban tenaga medis dan nakes memberikan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan gawat darurat dan atau situasi bencana.

 

“Jika RS tidak melaksanakan kewajiban yang telah diatur di dua pasal tersebut, maka ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 438 Ayat (1) yang berbunyi: Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Medis dan/atau Tenaga Kesehatan yang tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 dan 275 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta,” Tegasnya

 

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jatim ini juga menyatakan ada juga pasal yang mengatur jika didapati kasus tersebut diatas. Dalam Pasal 438 Ayat (2) menyatakan bahwa pertolongan pertama tidak dilakukan dan menyebabkan kedisabilitasan dan kematian pada pasien, maka pimpinan faskes bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar. (Junaedi)

Tinggalkan Balasan